Penjual Koran, di Penghujung Zaman
SURABAYA, 10 Juni 2024. Pada era digital yang serba cepat ini, banyak pekerjaan yang dimudahkan karena adanya digitalisasi. Tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak pekerjaan yang perlahan tergantikan oleh keberadaan ‘digital’. Salah satunya adalah pekerjaan loper koran, dahulu loper koran adalah jembatan informasi bagi masyarakat dan media cetak. Namun, sekarang pekerjaan tersebut perlahan digantikan oleh internet, handphone, dan teman-temannya. Meskipun begitu, loper koran tetap menjadi pencaharian utama bagi beberapa orang khususnya di Surabaya. Salah satunya adalah Siti Mariam (50).
Siti Mariam adalah satu dari beberapa loper koran yang masih ‘eksis’ berjualan koran. Sudah hampir 2 tahun, Ia berjualan koran setiap hari di samping RKZ. Wanita asal Kediri ini merantau ke Surabaya mencari nafkah bersama tetangganya dan sudah 25 tahun sejak pertama kali Ia menjadi loper koran.
Menjadi loper koran bukanlah hal mudah, Ia harus bangun pagi-pagi buta untuk menjual korannya. Tepatnya pukul 03.30 WIB, Mariam mulai bergegas mempersiapkan barangnya dan bersiap untuk berangkat berjualan koran. Bersama dengan tas selempang hitam dan keranjang dengan beberapa botol minum, Ia menunggu untuk dijemput oleh supir ojek langganannya di kediamannya di daerah Keranggan, Surabaya. Ia menunggu tepat di pinggir jalan, seberang tempat tinggalnya. Ia menunggu sendirian di tengah sunyinya kota Surabaya subuh itu.
Tidak langsung berjualan, Ia mengikuti ojek langganannya terlebih dahulu untuk mengisi absen di daerah Kembang Kuning. Setelah itu, barulah Ia diantar ke depan Rumah Sakit St. Vincentius A Paulo atau yang akrab disebut RKZ. Waktu menunjukkan pukul 04.15, untungnya Ia tidak perlu mengambil koran karena agen koran sudah menyiapkan koran tersebut di pos satpam RKZ.
Dengan semangat, Ia berganti baju dan mengenakan rompi biru bertuliskan Jawa Pos sebagai identitas resmi bahwa Bu Mariam adalah loper koran yang terdaftar. “Itu kalau tidak pakai rompi bisa ditangkep Satpol PP mas,” kata dia sambil menyiapkan koran-korannya. Selepas itu menyiram tanaman di sekitar dan menyalakan wewangian untuk menjaganya dari nyamuk di pagi hari.
Setiap hari, Mariam harus berjualan dari jam 4 sampai jam 3 sore. Ia harus melewati teriknya sinar matahari di Kota Surabaya. Tiap harinya, Ia dapat membawa 100-200 ribu rupiah tiap harinya. Tetapi pendapatan ini, terbilang sedikit dibandingkan dulu.
Dengan adanya digitalisasi ini membuat pendapatan Mariam menurun. Dahulu, Mariam pernah menjual 200 eksemplar koran pada saat masa jaya koran. Mariam juga mendapat gaji mingguan dari Jawa Pos diluar penjualan koran. Tetapi, saat ini penjualan semakin menurun akibat masyarakat bisa mengakses informasi secara digital dari gawai yang selalu ada dalam genggaman..
Meskipun begitu, Ia masih harus menafkahi ketiga anaknya yang berada di Kediri. Sejak bercerai dengan suaminya 15 tahun silam. Ia menafkahi ketiga anaknya sendirian dengan menjadi loper koran. Pekerjaan loper koran adalah salah satu pekerjaan yang terdampak digitalisasi, kini tinggal menunggu waktu sampai pekerjaan ini benar benar hilang termakan zaman.
Comments
Post a Comment