SURABAYA, ON THE NEWS - Keramaian pusat kota menyajikan pemandangan yang kian langka. Di antara pedagang Banyu Urip, tidak hanya menawarkan barang dagangan. Jasa tukang pijat pinggir jalan menghadirkan sensasi unik bagi pelanggannya. Harsono namanya. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, sautan klakson tidak mengurungkan niatnya mencari nafkah.
Dengan kesederhanaan, menawarkan layanan pijat yang menenangkan di tengah riuh kehidupan urban. Membuka tikar, menyusun peralatan, kemudian duduk menanti pasiennya. Bisingnya lalu lintas tetap diterjang Harsono untuk meneriakkan kata “pijatnya pak, biar sehat”. Tidak ragu para pelanggannya melepas kain di tubuh untuk merasakan sensasi tangan Harsono.
Di usianya yang masih cukup belia, Ia telah melakukan praktek pijat di Taman Bungkul Surabaya. Menurutnya passion adalah kunci menjalankan pekerjaan dengan sepenuh hati dan bahagia. Banyak bidang telah dilalui, berbagai jenis pekerjaan telah dicicipinya. Mulai dari pegawai Negeri, security, pedagang es, tukang becak, ngerombeng, jasa payung, penjual topi, hingga penjual mainan. Tetapi baginya, menyalurkan kekuatan dan membantu orang sembuh membuatnya merasa nyaman dan senang. Kesenangannya memijat membawanya hingga ke Ibu Kota. Monas dan Mangga Dua adalah tempat favoritnya untuk mencari target.
“Mulai mijet umur 16 tahun, dulu di Bungkul tapi pindah soalnya kena obrak bu Risma.” ujar pria 71 tahun tersebut. Meski usianya tidak lagi muda, semangatnya bak ABG yang terus menyala. Tidak pernah lelah beliau menawarkan jasanya pada orang yang melintas di depannya.
“Usiaku 71 tahun, tapi masih keliatan muda kan? Aku gak mau sakit-sakian, gak mau sampai berhenti kerja, malah capek. Pagi aku di Thor olahraga dulu, baru beber tiker.” ungkap Harsono sambil bersantai di ujung lapangan Thor Surabaya, menanti pasien.
Kepergian istri, dua anak tercinta, dan 5 saudaranya tidak lantas membuat Harsono bersedih. Ia menyibukkan diri dengan mencari tempat strategis untuk memasarkan jasanya. Kebun Binatang
dan Bungurasih tampaknya belum cukup memuaskan, sehingga pria berambut putih itu menerima panggilan serta membuka praktek di rumahnya.
“Istriku meninggal kenak jantung, anakku dua meninggal. Tinggal sama cucu. Satunya kerja, satu kuliah. Oper tempat naik tayo merah dari rumah ke Thor, Thor-Bungurasih, turun dulu barangkali ada pasien. Naik lagi ke BonBin, malem di Banyu Urip.” jelas pria asal Surabaya tersebut.
Pria yang merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara itu juga membagikan tipsnya agar tetap kekar dan bugar di usianya yang sudah lanjut. Baginya olahraga, bekerja, dan menjaga makan adalah hal paling utama.
“Pagi makan rebus-rebusan, siang nasi. Jangan makan lebih dari jam 6 sore. Nggak rokok, nggak alkohol. Jangan maruk, makan secukupnya aja. Pokoknya kalo dari mulut dijaga, badannya pasti ikut sehat.” sarannya.
Dibalik senyum tulusnya menjalani hidup, banyak beban yang dipikulnya. Petugas ketertiban dan cuaca yang menghalangi tetap membawa kebanggaan baginya. Dengan sentuhan lembut mereka, tidak hanya tubuh yang menjadi rileks, tetapi juga hati yang merasa dihargai.
“Jadi orang jangan pelit, jangan takut. Keluar uang sedikit, sakit sedikit tapi kan sehat.” lanjut Harsono.
Comments
Post a Comment