Skip to main content

Sentuhan Terakhir: Pengabdian Seorang Perias Jenazah dalam Merawat Kenangan.


 SURABAYA, On The News Di sudut sunyi kota, ada sebuah ruangan yang selalu tenang, seakan menunggu kisah terakhir dari setiap jiwa yang singgah. Di sana, Bu Erna, seorang perias jenazah, menyambut setiap tubuh yang datang dengan sentuhan penuh kelembutan. Dalam keheningan, tangannya menari, merangkai keindahan pada wajah-wajah yang telah meninggalkan dunia fana.

    Erna telah mengabdikan hidupnya selama lebih dari 20 tahun, merawat kenangan dengan telaten. Ia bukan sekadar merias; ia menghidupkan kembali sepotong kecil keindahan yang mungkinpernah terabaikan. Setiap guratan di wajah jenazah, setiap helai rambut yang disisir rapi, adalah wujud dari cinta dan hormat yang mendalam.

    Di ruang sunyi itu, Erna bekerja tanpa suara, membiarkan setiap sentuhan berbicara. Wajah-wajah yang dulu penuh cerita, kini kembali tersenyum dalam damai. Erna tak butuh kata-kata untuk memahami rasa kehilangan keluarga yang ditinggalkan. Ia melihatnya dalam mata yang sembab, dalam tangisan yang tertahan, dalam pelukan yang erat.

    Suatu hari, Erna menerima jenazah seorang model yang tubuhnya direnggut oleh kemalangan. Wajahnya masih menyimpan jejak lembut kasih sayang. Di sampingnya, ditemani oleh para rekan dan keluarga dengan tatap penuh harapan. Erna mengambil nafas panjang, lalu mulai merias dengan hati-hati. Setiap goresan kuas adalah do'a, setiap sentuhan adalah harapan. Di akhir pekerjaannya, wajah sang ibu korban terlihat tenang, seakan menyampaikan pesan terakhir yang penuh cinta untuk anaknya.

    Erna paham, pekerjaannya bukan sekadar tentang kecantikan. Ia adalah penenang hati yang berduka, pemberi harapan dalam keputusasaan. Tangannya yang terampil telah menghapus banyak air mata, menyematkan damai pada mereka yang beristirahat dalam keabadian.

    Tak jarang, Erna menjadi pendengar setia bagi keluarga yang kehilangan. Di sela-sela pekerjaannya, ia mendengarkan cerita-cerita penuh kenangan, tawa yang pernah terdengar, kebahagiaan yang pernah dirasakan. Setiap kata yang terucap, setiap cerita yang dibagikan, menjadi bagian dari proses penyembuhan.

    Dalam senyap malam, ketika pekerjaannya usai, Erna sering merenung. Di antara kesunyian, ia menemukan makna hidup dan mati. Baginya, setiap jenazah adalah pengingat akan betapa berharganya setiap momen dalam hidup. Ia belajar untuk menghargai setiap detik, setiap nafas, setiap senyuman.

    Di tengah tugasnya yang berat, Erna tetap menjaga semangatnya. Ia selalu haus akan dedikasi, mengikuti langkah demi langkah untuk meraup 200 hingga 500 ribu rupiah, terus mengasah keterampilannya. Ia tahu, setiap individu yang diriasnya adalah unik, dan layak mendapatkan yang terbaik.

    Melalui pekerjaannya, Erna menemukan kepuasan yang mendalam. Setiap senyum yang ia kembalikan, setiap wajah yang ia perindah, adalah bukti dari dedikasinya. Ia tahu, sentuhan terakhir yang ia berikan akan menjadi kenangan abadi bagi keluarga yang ditinggalkan.

    Bu Erna mungkin tak banyak dikenal, tapi bagi mereka yang pernah merasakan sentuhan kasihnya, ia adalah pahlawan dalam keheningan. Dengan hati yang tulus, ia terus merangkai keindahan dalam setiap kepergian, memastikan setiap jiwa pergi dengan martabat dan cinta yang tak berkesudahan.

Comments

Popular posts from this blog

Terbengkalainya 3 Mall di Surabaya

Surabaya - Beberapa pusat perbelanjaan di Surabaya, yang dulunya menjadi destinasi favorit masyarakat, kini tampak sepi pengunjung. Surabaya Town Square, Marvel City Mall, dan Lenmarc Mall adalah beberapa contoh mal yang kini mengalami penurunan jumlah pengunjung yang signifikan. Surabaya Town Square, atau yang dikenal dengan sebutan Sutos, pernah menjadi mal paling hits di kalangan anak muda Surabaya. Namun, seiring berjalannya waktu, mal ini mulai ditinggalkan oleh pengunjungnya. Kondisi ini menyebabkan sejumlah tenant memilih untuk menutup usahanya, sehingga menambah kesan sepi di dalam mal tersebut. Pasangan Grace Lauren dan David James, yang rutin berkunjung ke Sutos, mengungkapkan bahwa mereka ke Sutos seminggu dua kali hanya untuk jogging memanfaatkan jogging track yang ada. “Kami ke Sutos seminggu dua kali hanya untuk jogging. Mungkin fasilitasnya bisa diperluas, jogging track-nya dibuat lebih baik lagi, dan tempat ganti juga perlu diperbaiki,” ujar Grace. Marvel City Mall, yan...

Bank Sampah Induk Surabaya Mengajak Warga dan Anak Sekolah untuk Peduli Lingkungan dan Mengubah Sampah Menjadi Rupiah.

Surabaya, On The News – Bank Sampah Induk Surabaya, kembali mengajak warga dan anak sekolah untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Program menabung sampah yang dapat ditukarkan rupiah ini merupakan solusi bagi warga Surabaya. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik, serta memberikan manfaat ekonomi bagi warga.      Dalam kegiatan menabung sampah, Bank Sampah Induk Surabaya bekerja sama dengan berbagai sekolah dan komunitas di Surabaya untuk melakukan sosialisasi mengenai pentingnya memilah sampah sejak dari rumah. Melalui program ini, warga diajak untuk membawa sampah yang sudah dipilah ke bank sampah untuk ditimbang dan dinilai. Sampah yang memiliki nilai ekonomi, seperti kertas, plastik, dan logam, dapat ditukarkan dengan sejumlah uang.      Antusiasme warga dan siswa sekolah terhadap program ini terlihat dari banyaknya partisipan yang hadir dan membawa sampah untuk ditukarkan. Sa...
  Kisah Edi Riyanto, Polisi Cepek Kostum Bola : Berawal dari hobi berubah jadi inovasi Keisya Natalia Putri Senda - Sabtu, 15 Juni 2024 | 10:36  One The News, Surabaya - Edi Riyanto seorang polisi cepek berpenampilan unik dan nyentrik kerap menampilkan dirinya di depan Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Sutomo Surabaya dengan menggunakan atribut layaknya pemain sepak bola yang digunakan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Julukan polisi cepek ini sendiri diartikan sebagai orang yang membantu orang maupun kendaraan untuk menyebrang jalan dan menertibkan kendaraan saat terjadi kepadatan. Diketahui Edi Riyanto telah menekuni pekerjaannya sebagai polisi cepek sejak tahun 2010 saat musim piala dunia.  Kala itu, Edi Riyanto yang masih bekerja sebagai seorang buruh pabrik mengaku dirinya terinspirasi setelah melihat tayangan sepak bola di musim piala dunia. Kemudian Edi memutuskan untuk berhenti bekerja menjadi buruh pabrik dan beralih menjadi polisi cepek. Dari situ, Edi mulai me...