Surabaya – Amel tidak akan pernah melupakan satu hari itu. Hari ketika ia memutuskan untuk meninggalkan pondok pesantren dan memulai perjalanan baru di SMPN 21 Surabaya. Dengan suara bergetar, ia mengenang keputusan tersebut dengan penyesalan yang mendalam, "Aku merasa tidak mendapatkan pendidikan seperti murid-murid pada umumnya," ucapnya dengan mata berkaca-kaca, menahan tangis yang hampir pecah.
Amel, atau lengkapnya Reswati Amelia Cinta, adalah seorang siswa kelas 8 terbuka di SMPN 21 Surabaya. Kelas terbuka ini dirancang khusus untuk anak-anak yang tidak bisa mengikuti pendidikan reguler karena masalah ekonomi atau keterlambatan masuk sekolah. Namun, harapannya untuk mendapatkan pendidikan yang layak sering kali sirna ketika ia harus belajar tanpa bimbingan guru yang memadai.
Setiap hari, Amel hanya masuk dari pukul 09.00 hingga 12.00, dengan 2 hingga 3 pelajaran. Kehadiran guru pun jarang, sering kali mereka hanya memberikan tugas melalui ponsel dan membiarkan siswa belajar sendiri. Meskipun demikian, Amel tidak menyerah. Ia tetap aktif di sekolah, bahkan mengikuti berbagai lomba untuk terus mengasah kemampuan dan semangat belajarnya.
“Kalau pelajaran biasanya lebih sering dikasih tugas dan diminta belajar mandiri, kalau sudah selesai baru dibahas sama gurunya dan diajarkan materinya,” ucap Amel.
Seusai sekolah, bercerita kepada ayahnya adalah hal yang ditunggu-tunggu oleh Amel. Ayah adalah segalanya bagi Amel, selalu mendukung dan memberikan motivasi, Ia satu-satunya orang tua yang mendampinginya sejak ibu tiada. Istirahat, bermain, dan belajar untuk keesokan harinya adalah rutinitas yang selalu dilakukan Amel setiap hari, dikala menemukan kesulitan saat belajar, Ia lebih memilih bertanya kepada ayahnya atau mencari jawaban di Google maupun Youtube
Meskipun lingkungan sekolah cukup baik dan teman-temannya menyenangkan, Amel merasa ada yang kurang. Dukungan teman-temannya memang memberikan semangat, namun tidak cukup untuk menggantikan kehadiran guru. Ia sangat menyukai mata pelajaran IPS dan PPKN, di mana ia merasa lebih mudah memahami materi yang diajarkan karena guru yang menyenangkan pula.
Dengan penuh harapan, Amel berkata, "Aku ingin belajar dengan lebih baik dan mendapatkan ilmu yang memadai." Ia menginginkan agar guru lebih sering masuk kelas, tidak hanya memberikan tugas dan marah-marah, tetapi juga hadir dan mendukung siswa dalam proses belajar. Meskipun kondisi di sekolah tidak ideal, Amel tetap berusaha memahami materi yang diberikan, belajar untuk mandiri dan mencari solusi atas setiap masalah yang dihadapinya.
Terbesit rasa kekecewaan dalam lubuk hati Amel dikarenakan guru yang hanya datang sekali dalam sebulan, memberikan materi, lalu membiarkan siswa belajar sendiri. Ia berharap kondisi ini bisa berubah agar ia dan teman-temannya bisa mendapatkan pengajaran yang lebih baik dan tidak hanya mengisi jam kosong di sekolah.
Sedari dulu Amel bermimpi ingin menjadi seorang perawat atau dokter. Namun, melihat kenyataan yang ada, ia mengubah cita-citanya menjadi seorang staf akuntansi. Meski begitu, semangat dan tekad Amel untuk terus belajar tidak pernah pudar. Setiap malam, Amel belajar dengan tekun, mempersiapkan diri untuk pelajaran esok hari. Ia menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, ia harus bekerja lebih keras. Meskipun kondisi di sekolah tidak ideal, Amel tetap berusaha memahami materi yang diberikan. Dalam keterbatasan, ia belajar untuk mandiri dan mencari solusi atas setiap masalah yang dihadapinya.
Satu harapan Amel yang terlihat sederhana namun menyentuh hati, ia menginginkan pengajaran yang layak seperti murid lain pada umumnya untuk mencapai cita-citanya. Inilah kisah Amel, kisah tentang arti semangat dan perjuangan. Di tengah segala keterbatasan, Amel tetap berdiri teguh, membuktikan dan menggenggam erat impiannya. Menggali ilmu dan mendapatkan pendidikan yang layak demi meraih masa depan yang cerah.
Comments
Post a Comment